Jumat, 31 Mei 2013

Pidato Sunda: Amal nu bakal nulungan di jero kubur

Pidato Sunda: Amal nu bakal nulungan di jero kubur

Pidato Sunda| Seren Sumeren Siswa Anu Bade Kaluar Sakola

Pidato Sunda| Seren Sumeren Siswa Anu Bade Kaluar Sakola

Upacara Adat Sunda Paturay Tineung

Upacara Adat Sunda Paturay Tineung

Papatah Basa Sunda Kolot Baheula | Pepatah

Papatah Basa Sunda Kolot Baheula | Pepatah

MAULUD NABI

TRADISI MAULIDAN
Peringatan Maulid Nabi Muhammad telah membudaya bagi umat Islam di Indonesia untuk semua golongan sehingga peringatan ini dilaksanakan sejak dari tingkat komunitas kecil (kelompok pengajian/jam’iyyah pengajian) hingga tingkat nasional oleh pemerintah. Umat Islam yang benar-benar menyatakan bid’ah dan sama sekali tidak mau memperingatinya hanya bersifat kasus sangat langka dan individual. Sudah barang tentu karena umat Islam terpecah menjadi berbagai kelompok sosial keagamaan, maka dalam mengapresiasi peringatan Maulid Nabi Muhammad pun juga bervariatif. Untuk mendeskripsikan peringatan Maulid Nabi yang paling komplit unsur-unsurnya adalah dari kelompok Nahdlatul Ulama (NU).

Waktu Pelaksanaan

Peringatan Maulid Nabi Muhammad dilaksanakan dalam bulan Maulud atau Rabi’ul Awwal, tidak mesti tepat pada tanggal 12 Rabi’ul Awwal, tergantung kesepakatan antara Kiyai atau Ustaz yang akan memberi ceramah dengan panitia pelaksana peringatan Maulid kapan Ustaz atau Kiyai itu sanggup. Biasanya, pada bulan ini para Ustaz atau Kiyai yang terkenal padat dengan acara ceramah Maulidan sehingga sangat mungkin para panitia harus sabar menunggu giliran hari apa sang Kiyai atau Ustaz itu sanggup. Jamaah Masjid atau Musalla yang tergolong kecil sangat mungkin, karena harus meminta kesediaan seorang Kiyai atau Ustaz tertentu dan ia amat padat jadualnya dan sanggupnya setelah keluar dari bulan Maulud (Rabi’ul Awwal), maka pelaksanaan peringatan dilaksanakan pada bulan berikutnya, yaitu Ba’da Maulud Rabi’u as|-s|a>ni.

Albarjanji

Semenjak pemerintahan Sultan S}alah} ad-Di>n dari dinasti Salajikah, peringatan Maulid Nabi Muhammad dikolaborasikan dengan upacara berjanjen. Untuk daerah kantong-kantong Nahdliyyin pembacaan berjanjen dilakukan semenjak hari pertama pada bulan Maulid hingga tanggal hingga tanggal 12 Rabi’ulAwwal, atau bahkan hingga akhir builan. terakhir . Sehari dalam sebuah Masjid atau Mushalla bisa diadakan berjanjen lebih dari satu kali. Ada berjanjen khusus remaja putri, remaja laki-laki, ibu-ibu PKK, atau bapak-bapak. Berjanjen dibacakan dengan seni khas dan selalu menggunakan pengeras suara dengan mengambil waktu bisa sehabis salat Subuh, sehabis salat Lohor, sehabis salat Maghrib, sehabis salat ‘Isyak, sehingga bisa mengganggu ketenangan pemeluk agama lain atau seagama tetapi tidak menyetejui pembacaan berjanjen dengan menggunakan pengeras suara.

Inti berjanjen adalah mengundang, mangayubagya, dan menyanjung-nyanjung Nabi Muhammad sebagai rasa cinta kepada beliau dengan ungkapan yang amat puitis atau dengan kata lain dan singkat padat adalah mah}abbaturrasu>l (cinta Rasul). Tujuan semula disusunnya naskah Albarjanji oleh Abu Hasan al-Barjanji adalah untuk membangkitkan rasa cinta kepada Rasulullah dan selanjutnya membangkitkan semangat umat Islam untuk mencegah mengganasnya tentara Salib yang telah membantai umat Islam pada perang salib ke I. Albarjanji sangat efektif membangkitkan semangat juang umat Islam sehingga dapat meluluhlantakkan kekuatan Salib pada perang salib ke II dan seterusnya.

Isi keseluruhan sanjungan kepada Rasulullah dalam naskah Albarjanji mirip dengan sanjungan kaum Nasrani terhadap Yesus Kristus, dan sudah barang tentu ada yang sangat berlebihan. Umat Nasrani meyakini Yesus sebagai Penebus dosa, maka Nabi Muhammad pun dalam naskah Albarjanji itu juga disebutkan sebagai penebus dosa. Pada lembar pertama dalam naskah itu tertuli “Assala>mu ‘alaik, ‘alaika ya> mah}ya az}-z}unu>b” (Keselamatan untukmu (Rasul), Bagimu wahai sang penghapus dosa). Aqidah semacam ini tentu tidak benar menurut Alquran. Lebih dari 224 ayat dalam Alquran yang berkenaan dengan penebusan dosa hanya Allah saja yang memiliki kewenangan menebus atau mengampuni dosa (kecuali dosa antar sesama), umpama rumusan ‘Inna-lla>ha Ghafu>rurrah}i>m (sesungguhnya Allah Maha Pengampun dan Maha Kasih sayang, Q.S.at-Taubah/9 : 99).

Mempercayai Nabi Muhammad sebagai penebus dosa Juga menyamakan kedudukannya dengan Yesus yang dipertuhan oleh kaum Nasrani yang menurut ajaran Alquran mempertuhan Tuhan selain Allah adalah kafir (Q.S. al-Maidah/5 : 17,72,73) atau musyrik (Q.S. an-Nisa>’/4 : 36). Dengan demikian, jika seorang muslim melakukan upacara berjanjen dengan meyakini penuh dan cinta penuh tanpa ada kritik apapun, apalagi marah atau tersinggung jika diingatkan bahwa di dalamnya mengandung unsur yang tidak benar menurut ajaran Islam, sebenarnya orang tersebut sudah jatuh kepada kemusyrikan karena meyakini Nabi Muhamammad sebagai penebus dosa. Untungnya para pengamal berjanjen secara umum tidak mengerti maksud yang terkandung di dalam naskah Albarjanji, kecuali secara global atas dasar pencerahan para Ustaz atau Kiyai sebagai mah}abbaturrasu>l (kecintaan kepada Rasul). Sayangnya, yang mengerti maksud detail kandungan naskah Albarjanji hanya sedikit, meskipun telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.

BID"AH

  • PENGERTIAN BID'AH MACAM-MACAM BID'AH DAN HUKUM-HUKUMNYA"

    Pengertian Bid'ah

    Bid'ah menurut bahasa, diambil dari bida' yaitu mengadakan sesuatu tanpa ada contoh. Sebelumnya Allah berfirman.

    Badiiu' as-samaawaati wal ardli
    "Artinya : Allah pencipta langit dan bumi" [Al-Baqarah : 117] Artinya adalah Allah yang mengadakannya tanpa ada contoh sebelumnya.

    Juga firman Allah.

    Qul maa kuntu bid'an min ar-rusuli
    "Artinya : Katakanlah : 'Aku bukanlah rasul yang pertama di antara rasul-rasul". [Al-Ahqaf : 9].

    Maksudnya adalah : Aku bukanlah orang yang pertama kali datang dengan risalah ini dari Allah Ta'ala kepada hamba-hambanya, bahkan telah banyak sebelumku dari para rasul yang telah mendahuluiku.

    Dan dikatakan juga : "Fulan mengada-adakan bid'ah", maksudnya : memulai satu cara yang belum ada sebelumnya.

    Dan perbuatan bid'ah itu ada dua bagian :

    [1] Perbuatan bid'ah dalam adat istiadat (kebiasaan) ; seperti adanya penemuan-penemuan baru dibidang IPTEK (juga termasuk didalamnya penyingkapan-penyingkapan ilmu dengan berbagai macam-macamnya). Ini adalah mubah (diperbolehkan) ; karena asal dari semua adat istiadat (kebiasaan) adalah mubah.

    [2] Perbuatan bid'ah di dalam Ad-Dien (Islam) hukumnya haram, karena yang ada dalam dien itu adalah tauqifi (tidak bisa dirubah-rubah) ; Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Artinya : Barangsiapa yang mengadakan hal yang baru (berbuat yang baru) di dalam urusan kami ini yang bukan dari urusan tersebut, maka perbuatannya di tolak (tidak diterima)". Dan di dalam riwayat lain disebutkan : "Artinya : Barangsiapa yang berbuat suatu amalan yang bukan didasarkan urusan kami, maka perbuatannya di tolak".

    Macam-Macam Bid'ah

    Bid'ah dalam Ad-Dien (Islam) ada dua macam :

    [1] Bid'ah qauliyah 'itiqadiyah : Bid'ah perkataan yang keluar dari keyakinan, seperti ucapan-ucapan orang Jahmiyah, Mu'tazilah, dan Rafidhah serta semua firqah-firqah (kelompok-kelompok) yang sesat sekaligus keyakinan-keyakinan mereka.

    [2] Bid'ah fil ibadah : Bid'ah dalam ibadah : seperti beribadah kepada Allah dengan apa yang tidak disyari'atkan oleh Allah : dan bid'ah dalam ibadah ini ada beberapa bagian yaitu :

    [A]. Bid'ah yang berhubungan dengan pokok-pokok ibadah : yaitu mengadakan suatu ibadah yang tidak ada dasarnya dalam syari'at Allah Ta'ala, seperti mengerjakan shalat yang tidak disyari'atkan, shiyam yang tidak disyari'atkan, atau mengadakan hari-hari besar yang tidak disyariatkan seperti pesta ulang tahun, kelahiran dan lain sebagainya.

    [B]. Bid'ah yang bentuknya menambah-nambah terhadap ibadah yang disyariatkan, seperti menambah rakaat kelima pada shalat Dhuhur atau shalat Ashar.

    [C]. Bid'ah yang terdapat pada sifat pelaksanaan ibadah. Yaitu menunaikan ibadah yang sifatnya tidak disyari'atkan seperti membaca dzikir-dzikir yang disyariatkan dengan cara berjama'ah dan suara yang keras. Juga seperti membebani diri (memberatkan diri) dalam ibadah sampai keluar dari batas-batas sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam

    [D]. Bid'ah yang bentuknya menghususkan suatu ibadah yang disari'atkan, tapi tidak dikhususkan oleh syari'at yang ada. Seperti menghususkan hari dan malam nisfu Sya'ban (tanggal 15 bulan Sya'ban) untuk shiyam dan qiyamullail. Memang pada dasarnya shiyam dan qiyamullail itu di syari'atkan, akan tetapi pengkhususannya dengan pembatasan waktu memerlukan suatu dalil.

    Hukum Bid'ah Dalam Ad-Dien

    Segala bentuk bid'ah dalam Ad-Dien hukumnya adalah haram dan sesat, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam

    "Artinya : Janganlah kamu sekalian mengada-adakan urusan-urusan yang baru, karena sesungguhnya mengadakan hal yang baru adalah bid'ah, dan setiap bid'ah adalah sesat". [Hadits Riwayat Abdu Daud, dan At-Tirmidzi ; hadits hasan shahih].

    Dan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
    "Artinya : Barangsiapa mengadakan hal yang baru yang bukan dari kami maka perbuatannya tertolak".

    Dan dalam riwayat lain disebutkan :
    "Artinya : Barangsiapa beramal suatu amalan yang tidak didasari oleh urusan kami maka amalannya tertolak".

    Maka hadits tersebut menunjukkan bahwa segala yang diada-adakan dalam Ad-Dien (Islam) adalah bid'ah, dan setiap bid'ah adalah sesat dan tertolak.

    Artinya bahwa bid'ah di dalam ibadah dan aqidah itu hukumnya haram.

    Tetapi pengharaman tersebut tergantung pada bentuk bid'ahnya, ada diantaranya yang menyebabkan kafir (kekufuran), seperti thawaf mengelilingi kuburan untuk mendekatkan diri kepada ahli kubur, mempersembahkan sembelihan dan nadzar-nadzar kepada kuburan-kuburan itu, berdo'a kepada ahli kubur dan minta pertolongan kepada mereka, dan seterusnya. Begitu juga bid'ah seperti bid'ahnya perkataan-perkataan orang-orang yang melampui batas dari golongan Jahmiyah dan Mu'tazilah. Ada juga bid'ah yang merupakan sarana menuju kesyirikan, seperti membangun bangunan di atas kubur, shalat berdo'a disisinya. Ada juga bid'ah yang merupakan fasiq secara aqidah sebagaimana halnya bid'ah Khawarij, Qadariyah dan Murji'ah dalam perkataan-perkataan mereka dan keyakinan Al-Qur'an dan As-Sunnah. Dan ada juga bid'ah yang merupakan maksiat seperti bid'ahnya orang yang beribadah yang keluar dari batas-batas sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan shiyam yang dengan berdiri di terik matahari, juga memotong tempat sperma dengan tujuan menghentikan syahwat jima' (bersetubuh).

    Catatan :

    Orang yang membagi bid'ah menjadi bid'ah hasanah (baik) dan bid'ah syayyiah (jelek) adalah salah dan menyelesihi sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam : "Artinya : Sesungguhnya setiap bentuk bid'ah adalah sesat".

    Karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah menghukumi semua bentuk bid'ah itu adalah sesat ; dan orang ini (yang membagi bid'ah) mengatakan tidak setiap bid'ah itu sesat, tapi ada bid'ah yang baik !

    Al-Hafidz Ibnu Rajab mengatakan dalam kitabnya "Syarh Arba'in" mengenai sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam : "Setiap bid'ah adalah sesat", merupakan (perkataan yang mencakup keseluruhan) tidak ada sesuatupun yang keluar dari kalimat tersebut dan itu merupakan dasar dari dasar Ad-Dien, yang senada dengan sabdanya : "Artinya : Barangsiapa mengadakan hal baru yang bukan dari urusan kami, maka perbuatannya ditolak". Jadi setiap orang yang mengada-ada sesuatu kemudian menisbahkannya kepada Ad-Dien, padahal tidak ada dasarnya dalam Ad-Dien sebagai rujukannya, maka orang itu sesat, dan Islam berlepas diri darinya ; baik pada masalah-masalah aqidah, perbuatan atau perkataan-perkataan, baik lahir maupun batin.

    Dan mereka itu tidak mempunyai dalil atas apa yang mereka katakan bahwa bid'ah itu ada yang baik, kecuali perkataan sahabat Umar Radhiyallahu 'anhu pada shalat Tarawih : "Sebaik-baik bid'ah adalah ini", juga mereka berkata : "Sesungguhnya telah ada hal-hal baru (pada Islam ini)", yang tidak diingkari oleh ulama salaf, seperti mengumpulkan Al-Qur'an menjadi satu kitab, juga penulisan hadits dan penyusunannya".

    Adapun jawaban terhadap mereka adalah : bahwa sesungguhnya masalah-masalah ini ada rujukannya dalam syari'at, jadi bukan diada-adakan. Dan ucapan Umar Radhiyallahu 'anhu : "Sebaik-baik bid'ah adalah ini", maksudnya adalah bid'ah menurut bahasa dan bukan bid'ah menurut syariat. Apa saja yang ada dalilnya dalam syariat sebagai rujukannya jika dikatakan "itu bid'ah" maksudnya adalah bid'ah menurut arti bahasa bukan menurut syari'at, karena bid'ah menurut syariat itu tidak ada dasarnya dalam syariat sebagai rujukannya.

    Dan pengumpulan Al-Qur'an dalam satu kitab, ada rujukannya dalam syariat karena Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah memerintahkan penulisan Al-Qur'an, tapi penulisannya masih terpisah-pisah, maka dikumpulkan oleh para sahabat Radhiyallahu anhum pada satu mushaf (menjadi satu mushaf) untuk menjaga keutuhannya.

    Juga shalat Tarawih, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah shalat secara berjama'ah bersama para sahabat beberapa malam, lalu pada akhirnya tidak bersama mereka (sahabat) khawatir kalau dijadikan sebagai satu kewajiban dan para sahabat terus sahalat Tarawih secara berkelompok-kelompok di masa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam masih hidup juga setelah wafat beliau sampai sahabat Umar Radhiyallahu 'anhu menjadikan mereka satu jama'ah di belakang satu imam. Sebagaimana mereka dahulu di belakang (shalat) seorang dan hal ini bukan merupakan bid'ah dalam Ad-Dien.

    Begitu juga halnya penulisan hadits itu ada rujukannya dalam syariat. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah memerintahkan untuk menulis sebagian hadits-hadist kepada sebagian sahabat karena ada permintaan kepada beliau dan yang dikhawatirkan pada penulisan hadits masa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam secara umum adalah ditakutkan tercampur dengan penulisan Al-Qur'an. Ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah wafat, hilanglah kekhawatiran tersebut ; sebab Al-Qur'an sudah sempurna dan telah disesuaikan sebelum wafat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Maka setelah itu kaum muslimin mengumpulkan hadits-hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, sebagai usaha untuk menjaga agar supaya tidak hilang ; semoga Allah Ta'ala memberi balasan yang baik kepada mereka semua, karena mereka telah menjaga kitab Allah dan Sunnah Nabi mereka Shallallahu 'alaihi wa sallam agar tidak kehilangan dan tidak rancu akibat ulah perbuatan orang-orang yang selalu tidak bertanggung jawab.